Baptisan Bayi dan Anak-Anak
Mengenai pembaptisan anak-anak dan bayi, Herman Bavinck berkata bahwa “validitas hal itu bergantung secara eksklusif terhadap bagaimana Alkitab menghargai anak-anak kecil dan olehnya menghendaki kita untuk menghargai mereka.” Saya sepenuhnya setuju dengan pernyataan ini oleh karena kita tidak bisa bersikap lain daripada bersikap selaras dengan apa yang telah dinyatakan oleh kitab suci.
Pembaptisan bayi dan anak-anak di dalam gereja Protestan dikritik oleh kalangan Baptis, Pentakosta dan Kharismatik, dengan alasan bahwa bayi dan anak-anak kecil belum dapat beriman dan oleh karena itu belum dapat dibaptis. Dasar Alkitab yang sering mereka kemukakan adalah Markus 16:16 “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, ... .” Menurut frase ini, secara logis seseorang percaya terlebih dahulu, baru kemudian dibaptis (Kis 8:36-38; 16:14-15,30-33). Tetapi gereja Protestan melaksanakan baptisan bayi dan anak-anak bukanlah tanpa alasan teologis. Beberapa alasan di bawah ini dikemukakan sebagai pembelaan teologis – yang selaras dengan Alkitab – bahwa bayi dan anak-anak berhak untuk dibaptis.
1. Konsistensinya dengan Sunat dalam Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama, Abraham dan seluruh keturunannya diperintahkan untuk disunat (Kej 17:10-14); dan mereka yang harus disunat itu adalah semua laki-laki yang berumur 8 hari (ayat 12). Sunat itu sendiri adalah tanda perjanjian antara Allah dan Abraham (ay 11); dan semua mereka yang disunat akan tercakup di dalam perjanjian tersebut sehingga tidak dimusnahkan (Kej 17:14). Apakah perjanjian Allah dengan Abraham ini hanyalah terbatas kepada perihal menjadikan keturunannyan sebagai bangsa yang besar, lalu kemudian mewarisi Tanah Kanaan? Tidak ! Yang terpenting di dalam perjanjian ini adalah bahwa melalui Abraham akan lahir Seorang keturunan, yang melalui-Nya seluruh bangsa di muka bumi mendapat berkat (Gal 3:16 bdk Kej 12:7); Dialah Yesus Kristus Sang Mesias. Inilah bagian terpenting dari perjanjian Allah dengan Abraham, ketimbang hanya sekadar menjadikan bangsa Ibrani (Israel) besar dan menguasai Kanaan. Jadi pada intinya, di dalam perjanjian antara Allah dan Abraham terkandung suatu kebenaran yang sangat penting yakni siapa saja yang mewarisi iman Abraham – entah itu secara lahiriah ataupun rohaniah – yakni beriman kepada Yehovah yang kepada-Nya Abraham beriman, adalah orang-orang yang akan mendapat berkat. Dan berkat itu bukan hanya berkat material; tetapi jauh lebih penting dari hal itu , yakni keselamatan jiwa. Inilah intinya dan tidak ada yang lebih penting daripada hal ini. Berkat yang indah di dalam Perjanjian Lama tersebut Tuhan ikat dengan perintah sunat.
Di dalam Perjanjian Baru, perintah untuk membaptis adalah berkaitan dengan perintah Kristus, yang merupakan tanda yang kelihatan bagi mereka yang beriman kepada-Nya. Secara prinsip, perintah untuk membaptis di dalam Perjanjian Baru dengan perintah sunat di dalam Perjanjian Lama tidak berbeda, yakni untuk memisahkan/menguduskan suatu umat kepunyaan Tuhan untuk menjadi milik-Nya. Jadi, jika di dalam Perjanjian Lama Tuhan memerintahkan untuk menyunatkan Abraham dan seluruh keturunannya sebagai tanda bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah tercakup ke dalam perjanjian dengan Allah, maka sama benarnya jika di dalam Perjanjian Baru Kristus memerintahkan untuk membaptis seluruh orang percaya beserta anak-anak mereka sebagai tanda yang kelihatan bahwa mereka sudah tercakup di dalam perjanjian dengan Allah.
Satu hal yang perlu ditambahkan bahwa di dalam Perjanjian Lama, Tuhan hanya memerintahkan untuk menyunat setiap laki-laki dan tidak pada wanita. Namun hal ini tidak berarti bahwa yang tercakup di dalam perjanjian antara Allah dengan Abraham tersebut hanyalah kaum laki-laki Israel saja. Karena di dalam konteks dunia Perjanjian Lama, jika laki-laki sebagai kepala wanita sudah disunat, maka secara otomatis wanita sudah terwakili di dalamnya. Dan ketika di dalam Perjanjian Baru kita melihat bukan hanya laki-laki saja yang dibaptis melainkan juga perempuan, maka kita melihat secara prinsip bahwa hal ini sama sekali tidak berubah.
2. Yesus Memerintahkan untuk Membawa Anak-anak kepada-Nya
Ketika murid-murid memarahi orang-orang yang membawa anak-anak mereka kepada Yesus, Dia berkata: Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka untuk datang kepada-Ku, ...”(Mat 19:14; Mrk 10:14). Perintah ini jelas bukanlah sebuah sakramen khusus karena reformed hanya menerima 2 sakramen yakni sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, tetapi coba kita memikirkannya secara lebih mendalam, bagaimana caranya kita membawa anak-anak kita kepada Kristus di zaman kita sekarang ini? Mungkin ada yang mendoakan anaknya dan menyerahkannya kepada Kristus secara khusus. Itu benar! Sebagian lagi mungkin memberitakan Injil kepadanya sejak kecil agar sedari awal anak tersebut dapat mengenal dan beriman kepada Kristus. Itu juga benar !
Sebagian orang lain, dari kalangan Pentakosta dan Kharismatik dengan sengaja membawa anak-anak mereka ke dalam gereja untuk didoakan oleh pendeta agar diserahkan kepada Kristus. Mereka menyebut ini sebagai “penyerahan anak” dan dengan demikian memenuhi perintah Kristus agar anak-anak dibawa kepada-Nya; dan mereka mengklaim itu Alkitabiah. Dengan demikian mereka menggantikan baptisan anak di dalam tradisi Protestan dengan upacara “penyerahan anak”. Tetapi jelaslah bahwa upacara penyerahan anak ini tidak bersifat inagurasi atau semacam pentahbisan yang memiliki nilai sakramental. Dan oleh karenanya, upacara penyerahan anak seperti ini harusnya dapat dilakukan dimana saja dan tidak harus di gereja dan oleh pendeta.
Harus diakui bahwa kalangan Protestan jarang menggunakan ayat-ayat di atas sebagai pembenaran atas baptisan anak. Namun Calvin sendiri mengatakan bahwa jika benar bahwa anak-anak harus dibawa kepada Kristus, mengapa mereka tidak boleh dibaptis? Jika kita memikirkan lebih dalam, maka kita akan melihat relevansi antara perintah Kristus untuk membawa anak-anak kepada-Nya dengan pembaptisan anak-ank. Relevansinya adalah di dalam hal pelaksanaannya. Perhatikan bahwa pelaksanaan perintah Kristus untuk membawa anak-anak kepada-Nya dapat bersifat formal (inaguratif) maupun informal. Secara informal dalam artian bahwa orang tua, pendeta atau mereka yang memiliki kerohanian yang baik dapat mendoakan seorang anak atau bahkan seorang bayi di dalam kandungan dan menyerahkannya kepada Kristus. Bersifat formal berarti bahwa anak tersebut secara resmi dibawa ke gereja dan melalui upacara khusus secara inaguratif, dia diserahkan kepada Kristus. Tetapi oleh karena upacara penyerahan anak seperti yang dilakukan oleh kalangan Pentakosta dan Kharismatik tidak pernah diperintahkan Kristus untuk menjadi sebuah upacara formal (bersifat inaguratif) di dalam gereja, maka penyerahan anak kepada Kristus ini – dalam sifat formalnya – sudah tercakup di dalam baptisan anak. Artinya, setiap kita membawa anak-anak kita untuk dibaptis di gereja, maka baptisan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus tersebut sudah melibatkan di dalamnya suatu pengertian bahwa anak tersebut sudah dibawa kepada Allah Tritunggal secara umum dan kepada Kristus secara khusus.
3. Sangat Mungkin Gereja di Zaman Para Rasul Melaksanakan Baptisan Anak
Di dalam Kisah Para Rasul 16:31-33 dikatakan bahwa kepala penjara Filipi percaya kepada Tuhan dan ia beserta seisi rumahnya dibaptis. Walaupun di dalam ayat-ayat tersebut tidak secara eksplisit menyatakan pembaptisan anak, namun frase “...ia dan keluarganya memberi diri untuk dibaptis” (ay 33) dan juga frase “...engkau dan seisi rumahmu” (ay 31), menyatakan suatu kemungkinan bahwa ada anak-anaknya yang paling kecil atau cucu-cucunya atau juga ank-anak atau cucu-cucu dari budak-budaknya (sangat mungkin ia memiliki budak karena ia seorang pejabat) ikut dibaptis bersama-sama dengan dia. Hal yang sama juga mungkin terjadi pada saat Kornelius dan seisi rumahnya (Kis 10:2) dan seluruh orang-orang yang dikumpulkan dirumahnya untuk mendengar Injil dari Petrus (ay 27) dibaptis setelah mendengar pemberitaan Injil tersebut (ay 48).
Sebuah argumen yang harus kita ajukan untuk melawan mereka yang menentang pembaptisan bayi dan anak-anak adalah bahwa di dalam seluruh kitab Perjanjian Baru tidak ada satu bagianpun yang melarang pelaksaan baptisan bagi bayi dan anak-anak. Dengan demikian, ketika gereja-gereja Baptis, Pentakosta dan Kharismatik secara eksplisit melarang untuk membaptis anak-anak dan bayi, dan menjadikan itu sebagai sebuah norma di dalam gereja, mereka sudah melangkah terlalu jauh dengan melarang suatu hal yang tidak dilarang di dalam Alkitab. Tetapi bagi gereja-gereja Protestan yang mengadakan baptisan bagi bayi dan anak-anak, walaupun tidak ada perintah secara eksplisit di dalam Alkitab untuk membaptis bayi dan anak-anak, tetapi ada suatu perintah yang jelas yakni untuk membawa dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan dan membaptis mereka. Dan jika kita mengacu kepada prinsip Perjanjian Lama, dimana Abraham yang beriman kepada Tuhan beserta seluruh keluarga dan keturunannya disunat, maka benar juga bahwa mereka yang mewarisi iman Abraham di dalam Perjanjian Baru, yakni yang percaya kepada Yesus Kristus harus dibaptis beserta seluruh keluarga mereka.
Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen dalam Perspektif Reformed, (GKKR: Malang, 2015), 820-825.
Baptisan tanda iman percaya,baptisan anak sah dimana orang tua dalam baptisan anak turut bertanggung jawab akan pemeliharaan iman baptisan anaknya dan melalui proses katekisasi proses pertanggung jawaban iman beralih kepada anak yg telah mandiri secara iman melalui peneguhan sisi gereja
BalasHapusBenar
BalasHapusArgumentasi di atas lemah dan dicari-cari....
HapusBaptisan anak sah,jika ada yg mengatakan sesat tutup mulut saudara...(Laga feri Y)
BalasHapusSelama tidak dilarang oleh Kitab Suci, maka baptisan anak-anak ataupun bayi SAH.
BalasHapusKalau tidak ada dispensasi antara perjanjian sunat dengan Baptisan, jangan lupakan banyak orang Yahudi yang bertobat dan dibaptis.
BalasHapusJika baptisan menggantikan sunat, bagaimana keduanya bisa dilakukan pada saat yang sama, dilakukan oleh orang yang sama, dan di bawah perjanjian yang sama?
Argumentasi seperti ini keliru, karena mempreasuposisikan; Alkitab tidak mencatat larangan, maka semuanya dapat diterima. Kalau mereka ingin konsisten, dengan standar yang sama Alkitab juga tidak melarang membaptis hewan peliharaan. Jadi, haruskah kita untuk membaptis mereka?
BalasHapusBaik babtisan anak maupun dewasa memiliki landasan Alkitab...Metode babtisan tidak menjadi masalah utama, melainkan makna babtisan itulah yang harus benar-benar dipahami..sekalipun dibabtis menggunakan babtisan bayi atau dewasa namun berbuat dosa, apalah arti babtisan?
BalasHapus