Teologi dan Semangat Reformed
Ada
salah pengertian mengenai istilah Reformed, yakni mensejajarkannya begitu saja
dengan istilah Reformasi yang dimulai oleh Martin Luther. Ini adalah sebuah
salah kaprah. Memang benar bahwa istilah Reformasi dan Reformed mempunyai
kaitan yang sangat erat. Reformasi adalah istilah yang menunjuk kepada
reformasi abad ke-16 secara keseluruhan yang dimulai oleh Martin Luther
(1483-1546). Titik awalnya adalah penempelan 95 tesis Luther pada tembok Gereja
Wittenberg di Jerman, tanggal 31 Oktober 1517, untuk melawan ajaran Gereja Roma.
Dari Jerman kemudian reformasi meluas ke mana-mana, dan muncullah tokoh-tokoh
seperti Zwingli (1484-1531) dan Bullinger (1504-1575) di Zὓrich (Swiss), John
Knox (1514-1572) di Skotlandia, dan sebagainya.
Dalam
perkembangan reformasi yang kemudian, pengikut-pengikut Luther, menamakan diri
sebagai Lutheran, mengacu kepada Luther dan ajarannya. Istilah ini dipakai
untuk membedakan diri mereka dan sayap reformasi yang lain. Pengikut Calvin di
Jenewa, yang juga merupakan sayap reformasi tersendiri, menamakan diri Calvinis
(lebih tepat jika dikatakan bahwa mereka disebut Calvinis oleh mereka yang
berbeda aliran). Oleh karena banyak kesesuaian antara ajaran Calvin dan
Zwingli, maka kemudian Zwingli dan pengikut-pengikutnya juga dikenal sebagai
Calvinis, bahkan sebagai Calvinis yang lebih awal. Bavinck bahkan berkata bahwa
teologi Reformed bermula dari Zwingli.
Namun Bavinck juga berkata bahwa Zwingli hanya meletakkan garis keliling yang
di dalamnya beragam corak di dalam gereja-gereja Reformed kemudian terbentang.
Istilah
Calvinis kemudian dipikir terlalu menonjolkan nama Calvin dan kurang netral,
sehingga penerus-penerus Calvin seperti misalnya Theodorus Beza, lebih senang
menggunakan istilah Reformed yang memiliki arti, “yang direformasikan.” Jadi,
istilah Reformed tidak setara dengan istilah Reformasi, karena istilah itu
lebih merupakan padanan kata bagi istilah Calvinis. Namun perlu untuk
ditambahkan bahwa oleh karena Luther adalah yang memulai reformasi, dan bahwa
dalam banyak pokok yang penting Luther dan Calvin sepakat, maka boleh dikatakan
bahwa Luther juga bisa digolongkan seorang teolog Reformed sebagaimana yang terjadi
pada Agustinus (354-430), walaupun istilah Calvinis yang seharusnya setara
dengan istilah Reformed, tidak dapat disandingkan dengan nama Martin Luther.
Istilah
Calvinis ini juga merupakan semacam nama ejekan bagi mereka yang terlampau setia
kepada ajaran Calvin. Oleh karena hal ini, maka golongan Calvinis yang mengacu
kepada ajaran Calvin dan juga kepada ajaran semua tokoh reformasi yang lain, bahkan juga
berakar pada ajaran pada ajaran Agustinus, asalkan ajarannya kembali ke Alkitab
(back to bible) disebut sebagai golongan Reformed. Sedangkan golongan Calvinis
murni yang mengikuti seluruh ajaran Calvin secara eksklusif disebut Calvinis.
Tatapi
menurut hemat saya, pembedaan istilah tersebut di atas terlalu dipaksakan,
karena seorang Calvinis sejati harus juga mengikuti bukan hanya ajaran Calvin,
tetapi juga semangatnya untuk kembali kepada Alkitab. Jika demikian, maka semua
ajaran yang berdasarkan pada Alkitab – sejak zaman gereja mula-mula sampai
sekarang – bisa disebut sebagai Calvinis. Jadi, istilah Reformed dan Calvinis
merupakan istilah yang setara di dalam pengertian dan penggunaannya. Tetapi
perlu diperhatikan bahwa memilih untuk menggunakan kata Reformed lebih
bijaksana untuk menghindari diri kita dari menonjolkan atau meninggikan nama
seseorang.
Ada
satu istilah lain yang serumpun dengan istilah Calvinis dan Reformed yaitu
Presbiterian dan Puritan. Istilah Presbiterian dipakai oleh gereja-gereja
Reformed atau Calvinis, karena mengacu kepada tatanan gerejanya yang memakai
sistim presbiterial (pemerintahan gereja yang dijalankan oleh
presbiter/majelis) sesuai dengan ajaran Calvin. Adalah John Knox (pernah
menjadi murid Calvin di Jenewa) dan orang Calvinis Skotlandia yang
mempopulerkan istilah Presbiterian untuk pertama kali, dengan tujuan membedakan
tata gereja mereka yang bersifat Calvinis (Presbiterial) terhadap gereja
Inggris (Anglikan) yang tata gerejanya bersifat keuskupan).
Istilah
Puritan (dari kata pure – Ingg., murni) adalah istilah yang mengacu kepada
orang-orang Calvinis Inggris yang memiliki semangat yang tinggi untuk
memurnikan ajaran dan kehidupan praktis orang-orang percaya yang didasarkan
pada teologi Reformed. Dari tradisi Puritan inilah Pengakuan Iman dan
Katekismus Westminster dihasilkan. Namun tak dapat dihindari bahwa istilah
Puritan kemudian memiliki konotasi negatif bagi segolongan orang-orang tertentu
yang sesungguhnya tidak memahami apa itu tradisi Puritan yang sejati. Menurut
pandangan mereka, golongan Puritan adalah mereka yang tidak suka menikmati
segala hal yang baik dan indah di dunia ini, kikir, mirip ahli-ahli taurat dan
orang-orang Farisi. Pandangan semacam ini tentu benar-benar keliru. Namun ada
juga kritikan yang cukup baik seperti yang timbul dalam kalangan Reformed
sendiri mengenai puritanisme di Amerika. Kritikan itu misalnya yang datang dari
John Van Dyk yang mengatakan bahwa Puritanisme belum tentu adalah Calvinis. Sebagai
contoh, pembelajaran Puritan sesungguhnya bersifat rasionalistik di dalam
karakternya.
John
Calvin sebagai pendiri teologi Reformed (atau yang pertama kali memberikan
corak yang paling lengkap dan sistematis mengenai iman Reformed), memulai
reformasinya di Jenewa pada tahun 1535, dan pada tahun 1538 dipecat dari sana
karena aturan Calvin yang dianggap terlalu ketat, tetapi dipanggil kembali tiga
tahun kemudian. Calvin adalah seorang yang memiliki pikiran yang sangat
sistematis. J. S. Whale berkata bahwa jika Luther segolongan dengan para
raksasa intuisi religius seperti Paulus, Agustinus, Bernard dari Clairvaux,
George Fox, maka Calvin sealiran dengan doktor-doktor dan pangeran –pangeran
gereja seperti Tertulianus, Athanasius, Gregory the Great, Thomas Aquinas, Hooker
dan Bellarmine.
Sesungguhnya, apa yang Aquinas lakukan bagi Katholikisme klasik dengan Summa,
Calvin lakukan bagi Protestantisme klasik di dalam Institutio.
Pada
umur 26 tahun Calvin sudah menyelesaikan buku dogmatika Kristen yang berjudul
“Pengajaran-Pengajaran Agama Kristen (Religionis Christianae Institutio atau Institutio
Christianae Religionis – Latin, Institutes of the Christian Religion – Inggris).”
Buku paling penting di dalam tradisi Reformed ini ditulis pada tahun 1535 dan
terbit pertama kali tahun 1536, kemudian terbit lagi tahun 1539 dan terakhir
1559. Buku inilah yang menjadi patokan utama bagi buku-buku teologi Reformed yang kemudian. Konsep-konsep
penting di dalam teologi Reformed seperti wahyu umum dan wahyu khusus, anugerah
umum dan anugerah khusus, providensi dan predestinasi, manusia sebagai tubuh
dan jiwa, Kristus sebagai Nabi, Iman dan Raja, sudah dibicarakan di dalam
Institutio. Konsep-konsep ini dikembangkan lagi oleh teolog-teolog Reformed
yang kemudian. Setelah Calvin meninggal, gerakannya diteruskan oleh Theodorus
Beza. Dari Jenewa, reformasi Calvin meluas ke Belanda, Inggris,
Skotlandia dan pada akhirnya ke benua baru yakni Amerika. Itu sebabnya, selain
Jenewa, teologi reformed mempunyai 3 tradisi utama yakni tradisi reformed
Belanda, reformed Inggris dan Skotlandia serta reformed Amerika.
Tradisi reformed Belanda memiliki warisan-warisan seperti
Pengakuan Iman Belanda (1561) yang ditulis di Belanda Selatan oleh seorang
Pendeta Belanda bernama Guy de Bres (juga disebut Guido de Bray/Guy de Bray
pada 1522-1567) dalam bahasa Prancis. Warisan lain adalah pasal-pasal Dordrecht
(1618-1619) yang merupakan hasil konsili Gereja reformed Belanda (hadir juga
utusan dari Gereja-gereja reformed Inggris dan daerah lain). Ajaran Dordrecht
ini dirumuskan untuk melawan pandangan Arminianisme dalam doktrin keselamatan.
Pasal-pasal ini biasa disingkat TULIP (Total depravity, Unconditional election,
Limited atonement, Irisistable grace dan Perseverance of the saints). Warisan
terakhir dari reformed Belanda adalah Katekismus Heidelberg yang ditulis oleh
Zacharias Ursinus (1534-1583) dan Kaspar Olevianus (1536-1587) dari Jerman
Selatan, namun kemudian menjadi sangat populer di Belanda. Ketiga warisan ini
diterima sebagai Tiga Pasal Keesaan oleh Gereja-gereja reformed Belanda.
Tradisi reformed Belanda juga menghasilkan 2 raksasa reformed yakni Abraham
Kuyper dan (1837-1920) dan Herman Bavinck (1854-1921), disampaing tokoh-tokoh
penting seperti Hendra de Cock (1801-1842), reformator Belanda tahun 1834 dan
Groen van Prinsterer (1801-1876). Teolog-teolog dan filsuf reformed Belanda
yang juga patut untuk disebut adalah Watsius (1636-1708), Voetius (1589-1676),
De Moor (1709-1780), Vitringa (1659-1722), Van Mastrick, Walaeus (1573-1639),
Honig, Schilder (1890-1951), Dooyeweerd (1894-1977) dan Berkouwer (1903-1996).
Perlu diketahui bahwa Gereja-gereja Calvinis yang
tercakup ke dalam Gereja arus utama di Indonesia merupakan hasil misi Gereja
reformed Belanda, baik dari misi (zending) gereja Hervormd maupun Gereformeerd.
Istilah arus utama saya pakai dengan catatan bahwa istilah ini sudah biasa dipakai
untuk Gereja-gereja Protestan hasil misi Belanda seperti GKI, GPIB, GPI, GMIT,
GMIM dan yang semacamnya, termasuk juga HKBP yang merupakan hasil misi Lutheran
Jerman.
Tradisi reformed Inggris memiliki warisan Pengakuan Iman
Westminster serta Katekismus, baik Katekismus besar dan kecil, yang dihasilkan
oleh sidang Gereja reformed berbahasa Inggris tahun 1642-1647. Pengakuan Iman
dan Katekismus Westminster ini dijadikan standar bagi teologi kaum Puritan dan
Presbiterian. Tradisi ini juga mewariskan apa yang biasa disebut sebagai etos
kerja Puritan (reformed), dimana kaum Puritan dengan segala keunikannya yakni
kesalehan hidup, kerja keras, hidup hemat serta keinginan yang kuat untuk
memuliakan Allah di dalam segala bidang kehidupan diwariskan kepada kita
sekarang ini. Tokoh-tokoh Puritan yang terkenal antara lain John Owen
(1616-1683), Richard Bexter (1615-1691), John Howe (1530-1705), Thomas Ridgeley
(1666-1734), John Bunyan (1628-1688) yakni seorang Puritan Baptis yang menulis Pilgrim
Progress, juga termasuk Oliver Cromwell (1599-1658) yang pernah memberontak
terhadap kerajaan Inggris dan memerintah tahun 1649-1658 dengan gelar The Lord
Protector. Pada abad ke 18 Inggris melahirkan seorang pengkhotbah KKR Calvinis
yang besar yang sezaman dengan Jonathan Edwards di Amerika yakni George
Whitefield (1714-1771). Disamping tokoh-tokoh Puritan Inggris, di Skotlandia
juga muncul tokoh-tokoh Presbiterian diantaranya adalah Thomas Boston
(1676-1732), John Dick (1764-1833) dan Thomas Chalmers (1780-1791).
Tradisi reformed Amerika dimulai dari perpindahan
orang-orang Calvinis dari Eropa ke benua tersebut. Seorang sejarawan Jerman
bernama Ranke (1795-1886) mengatakan bahwa sekitar 600 ribu orang Puritan
Inggris, 900 ribu orang Protestan Skotlandia dan 400 ribu orang campuran
reformed Belanda dan Jerman, merupakan pendiri Amerika Utara. Di benua baru
tersebut mereka berharap dapat beribadah dengan leluasa menurut ajaran
reformasi tanpa ada hambatan dari pemerintahan. Hal ini terutama dirindukan
oleh orang-orang Puritan Inggris yang ditindas oleh Gereja Anglikan di negara
asal mereka.
Ada warna kebangunan rohani di tradisi reformed Amerika
ini, yang dimulai oleh Jonathan Edwards (1703-1750). Karena itu, dapat
disimpulkan bahwa seluruh rangkaian kebangunan rohani yang terjadi di Amerika dari
zaman Jonathan Edwards sampai kepada Billy Graham (1918-) dmulai dari seorang
tokoh reformed walaupun penerus mereka tersebut pada akhirnya bukan orang-orang
reformed. Pada zaman yang sama dengan Edwards, di Inggris bangkit juga tokoh
kebangunan rohani reformed yang terkenal yaitu George Whitefield sebagaimana
yang sudah disebutkan di atas.
Harus juga dibicarakan bahwa Princeton (old princeton)
pada abad ke 19, dengan tokoh-tokoh seperti Archibald Alexander (1772-1851),
Charles Hodge (1797-1878), A.A. Hodge (1823-1886), B.B. Warfield (1851-1921)
dan Geerhardus Vos (1862-1949) ikut mewarnai percaturan teologi dan gerakan
reformed di Amerika. Pada zaman itu, Princeton dikenal sebagai benteng yang
paling tangguh bagi Calvinisme dan berperang melawan Modernisme dan Teologi
Liberal dengan sangat gigih. Keunikan teologi Old Princeton ini adalah
berkenaan dengan pembelaannya terhadap ketidakbersalahan Alkitab melawan
Modernisme dan teologi Liberal. Namun belakangan Princeton malah setuju dengan
Modernisme dan Liberalisme, sehingga seorang teolog yang bernama John Grescham
Machen (1881-1937) merasa perlu keluar dari Princeton dan mendirikan seminari
sendiri yakni Westminster Theological Seminary. Seminari ini kemudian dikenal
sebagai penerus dari teologi Old Princeton dengan dasar teologi reformed yang
sangat kokoh. Teolog seperti John Murray (1898-1975) dan apologet reformed
Belanda-Amerika seperti Cornelius Van Til (1895-1987) merupakan
profesor-profesor yang pernah belajar di seminari ini.
Di Amerika, orang-orang reformed Belanda juga memiliki
Gereja sendiri yakni Dutch Reformed Church dan Christian Reformed Church serta
memiliki sebuah seminari yakni Calvin Theological Seminary. Banyak teolog
Belanda-Amerika yang terkenal seperti Geerhardus Vos, Louis Berkhof (1873-1957),
William Hendriksen (1900-1982) dan Anthony Hoekema (1913-1988). Ketiga nama
terakhir tersebut adalah profesor-profesor teologi di Calvin Seminary. Satu
lagi seminary yang patut disebut di Amerika yakni Reformed Theological
Seminary, dimana R.C. Sproul (1939-) dan
Ronald H. Nash (1936-2006) pernah mengajar. Teolog-teolog Calvinis Amerika
lainnya yang harus disebut juga adalah Henry B. Smith (1815-1877), Roberth J.
Breckinridge (1800-1871), William G.T. Shedd (1820-1894) dan R.L. Dabney
(1820-1898).
Perlu untuk ditambahkan bahwa secara khusus di Asia, gereja-gereja
yang sangat dipengaruhi oleh tradisi Calvinis adalah gereja-gereja di Indonesia
dan Korea Selatan. Untuk di Indonesia dapat dikatakan bahwa hampir seluruh
organisasi gereja yang lama, yakni yang merupakan hasil misi gereja Belanda
adalah Calvinis. Dan didalam beberpa puluh tahun terakhir ini muncul sebuah
gerekan reformed yang disebut sebagai Gerakan Reformed Injili yang dipelopori
oleh Stephen Tong (1940-). Beliau adalah pendiri Gereja Reformed Injili
Indonesia dan Sekolah teologi Reformed Injili Internasional. Apakah tradisi
reformed Asia bangkit dari gerakan ini? Kelihatannya memang demikian, tetapi
tidak bijaksana jika kita terlalu awal menyimpulkannya. Biarlah zaman berikutnya
yang membuktikannya.
Perlu ditambahkan pula bahwa diluar Gereja Reformed dan
Presbiterian, ada juga orang-orang Calvinis dari gereja Baptis Calvinis Inggris
yang sangat terkenal seperti Charles Spurgeon (1834-1892). Karena keahliannya
di dalam berkhotbah yang sangat memukau, Spurgeon dijuluki sebagai Prince of
Preacher. Seorang teolog Baptis Reformed juga patut disebut yakni Augustus
Hopkins Strong (1836-1921) yang menjabat sebagai presiden dan professor di
Rochester Theological Seminary. Tak hanya dari kalangan Baptis, dari kalangan
Gereja Anglikan juga ada yang dipengaruhi oleh tradisi reformed dan merupakan
raksasa Injili seperti John Stott (1921-2011), bahkan secara khusus J.I Packer
(1926-), profesor di Regent College ikut mengajarkan dan mempromosikan teologi
reformed.
Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen dalam Perspektif Reformed, (GKKR, Malang 2015), 83-91.