Selasa, 06 September 2016

Pengaruh Filsafat Modern dan Eksistensialisme Terhadap Teologi Kristen

PENGARUH FILSAFAT MODERN DAN EKSISTENSIALISME TERHADAP TEOLOGI KRISTEN

Secara umum dapat dikatakan bahwa teologi Liberal (teologi Modernisme) dalam Gereja dengan tokoh-tokoh seperti Adolf Von Harnack (1851-1930) dan Johann Wilhelm Herrmann (1846-1922) di Jerman; L.W.E. Rauwenhoff (1828-1889) dan Jan Hendrik Scholten (1811-1885 dan Abraham Kuenen (18280-1891) di Belanda, serta orang-orang seperti Harry Emerson Fosdick (1878-1969) di Amerika, dipicu kemunculannya oleh filsafat modern, secara khusus oleh semangat pencerahan (enlightment). Peter Toom mengatakan bahwa salah satu ayah dari teologi Liberal adalah cara pandang intelektual yang muncul dari Pencerahan.[1] Walaupun demikian, sumbangsih filsafat Eksistensialisme juga tidak dapat diabaikan, terutama dari seorang filsuf Eksistensial “Kristen” bernama F. Scleiermacher (1768-1834) yang sering disebut sebagai bapak teologi Liberal.Sedangkan teologi yang biasa disebut sebagai teologi Kontemporer sebagaimana sering dikaitkan dengan sejumlah nama seperti Karl Barth (1886-1968), Heinrich Emil Brunner (1889-1966), Rudolf Karl Bultman (1884-1976), Paul Tillich (1886-1965), Jurgen Moltmann (1926), Wolfhart Pannenberg (1928) dan yang lainnya, secara khusus dilahirkan atau paling tidak dipengaruhi oleh filsafat Eksistensialisme.
Patut menjadi perhatian kita bahwa baik tradisi liberal maupun teologi kontemporer sangat didominasi oleh nama-nama tokoh dari Jerman. Apakah ini menjadi indikator kelemahan ortodoksi Lutheran? Bisa jadi demikian, karena Luther sendiri dalam teologinya – sebagai akibat dari penekanannya yang terlalu berat pada poin pembenaran oleh karena iman – tidak memperhatian pentingnya pengudusan, sehingga setelah beberapa dekade setelah Luther, terjadi kemerosotan moral dalam Gereja Lutheran Jerman yang memicu timbulnya gerakan Pietisme yang dipelopori oleh Philipp Jakob Spener (1635-1705), August Herman Francke (1663-1727) dan Nikolaus Ludwig Von Zinzendorf (1700-1760). Dan oleh gerakan Pietisme – walaupun memiliki semangat yang sangat baik, namun di dalamnya tidak terdapat doktrin yang solid – banyak poin doktrinal dari Lutheran diabaikan. Setelah dunia disapu oleh filsafat Modern, maka di Jerman yang ortodoksinya lemah dan gampang dipengaruhi maka lahirlah para teolog Liberal. Dan ketika Eksistensialisme muncul dikemudian hari, maka lagi-lagi Jerman menghasilkan teolog-teolog Kontemporer yang menjadikan Eksistensialisme sebagai presaposisinya. Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada ortodoksi Calvinis (Reformed) yang terus memelihara warisan doktrinnya dengan sangat baikdi dalam arus mainstreamnya. Perhatikanlah bahwa tradisi Reformed Presbiterian Amerika tetap memunculkan raksasa-raksasa pembelanya seperti Hodge, Warfield, Shedd, Vos, Machen, dan sebagainya, walaupun Amerika juga disapu oleh filsafat Liberalisme. Sedangkan di Belanda, meskipun memunculkan teolog Liberal yang besar seperti Rauwenhoff, Scholten dan Abraham Kuenen, namun ortodoksi Reformed disana tetap terpelihara dengan baik oleh Hendrik de Cock, Abraham Kuyper dan Bavinck. Mengapa ortodoksi Reformed dapat terpelihara dengan baik? (1) Pasti karena kedaulatan kuasa providensi Allah (2) Karena teologi Reformed – sebagaimana yang diajukan oleh Calvin – tidak hanya menekankan poin pembenaran melalui iman saja, tetapi juga menekankan pentingnya pengudusan. Disini, seorang teolog Reformed – sejauh ia setia dan berpegang teguh pada arus utama ajaran ini – tetap akan berdiri tegak dengan iman yang sama dengan pendahulunya.


Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen dalam Perspektif Reformed, (Malang: GKKR, 2015), 34-36.



[1]Peter Toon, The End of Liberal Theology, (Wheaton: Crossway Books, 2003), 45. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar