PENGARUH FILSAFAT
MODERN DAN EKSISTENSIALISME TERHADAP TEOLOGI
KRISTEN
Secara
umum dapat dikatakan bahwa teologi Liberal (teologi Modernisme) dalam Gereja
dengan tokoh-tokoh seperti Adolf Von Harnack (1851-1930) dan Johann Wilhelm
Herrmann (1846-1922) di Jerman; L.W.E. Rauwenhoff (1828-1889) dan Jan Hendrik
Scholten (1811-1885 dan Abraham Kuenen (18280-1891) di Belanda, serta
orang-orang seperti Harry Emerson Fosdick (1878-1969) di Amerika, dipicu
kemunculannya oleh filsafat modern, secara khusus oleh semangat pencerahan (enlightment). Peter Toom mengatakan
bahwa salah satu ayah dari teologi Liberal adalah cara pandang intelektual yang
muncul dari Pencerahan.[1]
Walaupun demikian, sumbangsih filsafat Eksistensialisme juga tidak dapat
diabaikan, terutama dari seorang filsuf Eksistensial “Kristen” bernama F.
Scleiermacher (1768-1834) yang sering disebut sebagai bapak teologi
Liberal.Sedangkan teologi yang biasa disebut sebagai teologi Kontemporer
sebagaimana sering dikaitkan dengan sejumlah nama seperti Karl Barth
(1886-1968), Heinrich Emil Brunner (1889-1966), Rudolf Karl Bultman
(1884-1976), Paul Tillich (1886-1965), Jurgen Moltmann (1926), Wolfhart
Pannenberg (1928) dan yang lainnya, secara khusus dilahirkan atau paling tidak
dipengaruhi oleh filsafat Eksistensialisme.
Patut
menjadi perhatian kita bahwa baik tradisi liberal maupun teologi kontemporer
sangat didominasi oleh nama-nama tokoh dari Jerman. Apakah ini menjadi
indikator kelemahan ortodoksi Lutheran? Bisa jadi demikian, karena Luther
sendiri dalam teologinya – sebagai akibat dari penekanannya yang terlalu berat
pada poin pembenaran oleh karena iman – tidak memperhatian pentingnya pengudusan,
sehingga setelah beberapa dekade setelah Luther, terjadi kemerosotan moral
dalam Gereja Lutheran Jerman yang memicu timbulnya gerakan Pietisme yang
dipelopori oleh Philipp Jakob Spener (1635-1705), August Herman Francke
(1663-1727) dan Nikolaus Ludwig Von Zinzendorf (1700-1760). Dan oleh gerakan
Pietisme – walaupun memiliki semangat yang sangat baik, namun di dalamnya tidak
terdapat doktrin yang solid – banyak poin doktrinal dari Lutheran diabaikan. Setelah
dunia disapu oleh filsafat Modern, maka di Jerman yang ortodoksinya lemah dan
gampang dipengaruhi maka lahirlah para teolog Liberal. Dan ketika
Eksistensialisme muncul dikemudian hari, maka lagi-lagi Jerman menghasilkan
teolog-teolog Kontemporer yang menjadikan Eksistensialisme sebagai presaposisinya.
Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada ortodoksi Calvinis (Reformed)
yang terus memelihara warisan doktrinnya dengan sangat baikdi dalam arus mainstreamnya. Perhatikanlah bahwa
tradisi Reformed Presbiterian Amerika tetap memunculkan raksasa-raksasa
pembelanya seperti Hodge, Warfield, Shedd, Vos, Machen, dan sebagainya,
walaupun Amerika juga disapu oleh filsafat Liberalisme. Sedangkan di Belanda,
meskipun memunculkan teolog Liberal yang besar seperti Rauwenhoff, Scholten dan
Abraham Kuenen, namun ortodoksi Reformed disana tetap terpelihara dengan baik
oleh Hendrik de Cock, Abraham Kuyper dan Bavinck. Mengapa ortodoksi Reformed
dapat terpelihara dengan baik? (1) Pasti karena kedaulatan kuasa providensi
Allah (2) Karena teologi Reformed – sebagaimana yang diajukan oleh Calvin –
tidak hanya menekankan poin pembenaran melalui iman saja, tetapi juga
menekankan pentingnya pengudusan. Disini, seorang teolog Reformed – sejauh ia
setia dan berpegang teguh pada arus utama ajaran ini – tetap akan berdiri tegak
dengan iman yang sama dengan pendahulunya.
Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen dalam Perspektif Reformed, (Malang: GKKR, 2015), 34-36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar