Baptisan:
Selam atau Percik?
Kata
“Baptis” berasal dari kata Yunani bapto dan
baptizo. Arti klasik dari kata bapto dan baptizo adalah mencelup dalam air, menenggelamkan di dalam air,
mencat atau mewarnai di dalam sebuah cairan.[1] Memperhatikan beberapa arti di atas,
kelihatannya dukungan untuk baptis selam dari pengertian kata baptis itu
sendiri mendapatkan landasannya. Tetapi jika dilihat dari konsistensi Perjanjian
Baru dan Perjanjian Lama, konsistensinya secara teologis dan cara membaptis
yang dipraktikkan oleh Yohanes Pembaptis dan para Rasul, maka baptisan percik
lebih Alkitabiah ketimbang baptis selam. Shedd berkata bahwa baptisan
sakramental oleh imam Lewi selalu dilakukan dengan percik, tidak pernah dengan
menyelamkan. Alasan-alasan yang dikemukakan Shedd adalah (1) Seluruh umat di Sinai dibaptis dengn percik (Kel 24:6-8; Ibr
9:19-20). (2) ketika orang-orang
Lewi dikuduskan untuk bertugs dibaptis dengan percik (Bil 8:7). (3) Orang-orang kusta dan cacat ketika
dipulihkan ke dalam jemaat dibaptis dengan percik (Im 14:4-7; 49-53; Bil
19:18-19; 31:19-23; Luk 5:14). (4)
Ketika orang asing masuk menjadi orang Yahudi dibaptis dengan percik (Bil
31:12).[2] Karena baptis percik atau tuang adalah cara
yang bervariasi di dalam PL maka sangat mungkin Yohanes Pembaptis membaptis orang
dengan percik.[3] Dan tentu saja cara membaptis dengan percik
atau tuang sangat mungkin dilakukan saat Pentakosta (Kis 2:41), saat membaptis
sida-sida dari Ethiopia (Kis 8:36) karena perjalanan dari Yerusalem ke Gaza
adalahb padang gurun (Kis 8:26)), saat membaptis Kornelius dan seisi rumahnya
(Kis 10:2). Frase “dan seisi rumahnya” dalam ayat tersebut mengimplikasikan
bahwa baptisan dijalankan di rumah, ketika dikatakan “bolehkah orang mencegah
untuk muembaptis orang-orang ini dengan air...?” (Kis 10:47).
Perlu
ditambahkan bahwa pengurapan bagi nabi (1Raj 19:16), imam (Kel 29:7) dan raja
(1Sam 10:1; 16:13) di dalam Perjanjian Lama selalu dengan cara menuangkan
minyak dari atas yang melambangkan bahwa penetapan, perintah, restu dan berkat
untuk melakukan tugas-tugas jabatan tersebut adalah berasal dari Allah. dan
jika hal ini kita kaitkan dengan cara percik atau tuang di dalam baptisan air,
maka prinsip yang sama dapat diterapkan, yakni bahwa walaupun yang melayankan
sakramen baptisan air adalah pendeta, namun penetapan, perintah, restu dan
berkat dalam pelaksanaan baptisan air tersebut berasal dari Allah. dengan
demikian baptisan percik atau tuang lebih dapat diterima secara teologis
ketimbang baptisan selam. Mengapa? Karena praktik seperti ini tidak dapat
dilacak asal mulanya di dalam Perjanjian Lama. Seseorang yang melangkahkan
kakinya untuk menginjak air, lalu masuk ke dalamnya dan kemudian keluar lagi;
apa makna teologis di balik cara membaptis seperti ini?
Sumber:
Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen
dalam Perspektif Reformed, (GKKR: Malang, 2015), 819-820.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Luar biasa Tuhan memberkati https://bit.ly/3SWhEpI
BalasHapusijin berbagi https://renunganharian2.blogspot.com/
BalasHapus