Rabu, 28 September 2016

Baptisan: Percik atau Selam?

Baptisan: Selam atau Percik?

Kata “Baptis” berasal dari kata Yunani bapto dan baptizo. Arti klasik dari kata bapto dan baptizo adalah mencelup dalam air, menenggelamkan di dalam air, mencat atau mewarnai di dalam sebuah cairan.[1]  Memperhatikan beberapa arti di atas, kelihatannya dukungan untuk baptis selam dari pengertian kata baptis itu sendiri mendapatkan landasannya. Tetapi jika dilihat dari konsistensi Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, konsistensinya secara teologis dan cara membaptis yang dipraktikkan oleh Yohanes Pembaptis dan para Rasul, maka baptisan percik lebih Alkitabiah ketimbang baptis selam. Shedd berkata bahwa baptisan sakramental oleh imam Lewi selalu dilakukan dengan percik, tidak pernah dengan menyelamkan. Alasan-alasan yang dikemukakan Shedd adalah (1) Seluruh umat di Sinai dibaptis dengn percik (Kel 24:6-8; Ibr 9:19-20). (2) ketika orang-orang Lewi dikuduskan untuk bertugs dibaptis dengan percik (Bil 8:7). (3) Orang-orang kusta dan cacat ketika dipulihkan ke dalam jemaat dibaptis dengan percik (Im 14:4-7; 49-53; Bil 19:18-19; 31:19-23; Luk 5:14). (4) Ketika orang asing masuk menjadi orang Yahudi dibaptis dengan percik (Bil 31:12).[2]  Karena baptis percik atau tuang adalah cara yang bervariasi di dalam PL maka sangat mungkin Yohanes Pembaptis membaptis orang dengan percik.[3]  Dan tentu saja cara membaptis dengan percik atau tuang sangat mungkin dilakukan saat Pentakosta (Kis 2:41), saat membaptis sida-sida dari Ethiopia (Kis 8:36) karena perjalanan dari Yerusalem ke Gaza adalahb padang gurun (Kis 8:26)), saat membaptis Kornelius dan seisi rumahnya (Kis 10:2). Frase “dan seisi rumahnya” dalam ayat tersebut mengimplikasikan bahwa baptisan dijalankan di rumah, ketika dikatakan “bolehkah orang mencegah untuk muembaptis orang-orang ini dengan air...?” (Kis 10:47).
Perlu ditambahkan bahwa pengurapan bagi nabi (1Raj 19:16), imam (Kel 29:7) dan raja (1Sam 10:1; 16:13) di dalam Perjanjian Lama selalu dengan cara menuangkan minyak dari atas yang melambangkan bahwa penetapan, perintah, restu dan berkat untuk melakukan tugas-tugas jabatan tersebut adalah berasal dari Allah. dan jika hal ini kita kaitkan dengan cara percik atau tuang di dalam baptisan air, maka prinsip yang sama dapat diterapkan, yakni bahwa walaupun yang melayankan sakramen baptisan air adalah pendeta, namun penetapan, perintah, restu dan berkat dalam pelaksanaan baptisan air tersebut berasal dari Allah. dengan demikian baptisan percik atau tuang lebih dapat diterima secara teologis ketimbang baptisan selam. Mengapa? Karena praktik seperti ini tidak dapat dilacak asal mulanya di dalam Perjanjian Lama. Seseorang yang melangkahkan kakinya untuk menginjak air, lalu masuk ke dalamnya dan kemudian keluar lagi; apa makna teologis di balik cara membaptis seperti ini?

Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen dalam Perspektif Reformed, (GKKR: Malang, 2015), 819-820.



[1] William G.T. Shedd, Dogmatic Theology, (Phillipsburg, New Jersey: P&R, 2003), 821.
[2] Ibid., 819
[3] Ibid.

3 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus
  2. Luar biasa Tuhan memberkati https://bit.ly/3SWhEpI

    BalasHapus
  3. ijin berbagi https://renunganharian2.blogspot.com/

    BalasHapus