KEPALSUAN PANDANGAN
PLURALISME
Seperti
halnya Relativisme Postmo, pandangan Pluralisme agama yang mengatakan bahwa
semua agama adalah sama, juga memiliki semangat both/and yang sama dan tentu saja memiliki sifat kontradiktif.
Ramakhrisna (1836-1886), seorang Hindu yang dianggap suci dalam dunia modern,
mengatakan bahwa semua agama adalah sama; dan agama-agama tersebut hanyalah
jalan yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan puncak yang sama; semua menuju
Tuhan yang sama. Bagi dia, sebagian orang menyebut Tuhan itu God, sebagian lagi menyebutnya sebagai Allah, sebagian lagi menyebutnya Yehovah dan sebagian lainnya menyebutnya
Brahman.[1] Sebuah
ilustrasi yang dipakainya adalah sebagai berikut: “Ada seorang pria yang menyembah Shiwa, tetapi membenci semua allah
yang lain. Suatu hari Shiwa menampakkan diri kepadanya dan berkata: ‘Aku tidak
akan pernah disenangkan olehmu selama engkau membenci. Orang tersebut tetap
diam. Beberapa hari kemudian Shiwa menampakkan diri lagi kepadanya. Kali ini
salah satu sisi badannya adalah Shiwa dan satu sisinya lagi adalah Wisnu; orang
tersebut separuh senang dan separuh lagi tidak senang. Dia menampakkan
persembahannya di sebelah sisi yang menampakkan rupa Shiwa dan tidak memberikan
apapun disebelah sisi yang menampakkan rupa Wisnu. Lalu Shiwa berkata: "kefanatikanmu tidak dapat ditaklukan. Aku, dengan mengambil aspek ganda ini,
mencoba meyakinkan engkau bahwa semua allah dan keallahan hanyalah aspek-aspek
yang berbeda dari satu Brahman yang Absolut.” Pandangan seperti yang
dipegang oleh Ramakhrisna ini, selain bermuatan Pluralisme agama, juga bersifat
Panteistik. Ramakhrisna sendiri, sebagai seorang yang asli Hindu pernah
berpindah-pindah agama lalu kembali lagi ke agama semula. Namun pertanyaan
yang harus kita ajukan kepadanya adalah “jika semua agama sama, mengapa ia
berpindah-pindah agama seperti itu?” Atau jika semua agama sama, mengapa dia
kembali lagi ke agama Hindu dan tidak menetap saja di agama Islam atau Kristen?
Mari kita membongkar kontradiksi-kontradiksi dari Pluralisme Agama dengan
beberapa pernyataan di bawah ini:
1.
Jika seorang
Pluralis berkata bahwa semua agama sama saja sedangkan dia sendiri hanya
memeluk satu agama tertentu secara eksklusif, dalam pengertian bahwa dia tidak
menggilir semua agama secara konsisten dan terus menerus seumur hidupnya atau
secara bersamaan memeluk semua agama secara sama rata, maka pada dasarnya dia
bukanlah seorang Pluralis sejati. Terdapat ketidaksesuaian antara
kepercayaannya dengan kehidupan praktisnya.
2. Jika
seseorang pluralis hidup sebagai seorang pluralis sejati, dalam pengertian
bahwa dia menggilir semua agama secara terus-menerus sepanjang hidupnya atau
memeluknya bersamaan, dan jika ia mengakui bahwa cara beragama satu-satunya
yang benar adalah cara pluralisme semacam itu, maka secara otomatis dia
menciptakan sistem agama baru yang eksklusif. Dan jika hal itu terjadi, maka
semangat both/and dari Pluralismenya
secara otomatis gugur dengan sendirinya saat ia mengeksklusifkan hal tersebut.
3. Jika seorang plurallis berkata bahwa dia tidak perlu menggilir semua agama, karena jika semua agama sama, maka tidak ada bedanya antara tetap pada agama yang sekarang dianutnya atau menggilir setiap agama. Jadi, dia tetap memilih untuk menganut agamanya karena semua agama sama saja, kita dapat berkata kepadanya bahwa jika dia tetap pada agamanya dan tidak mencoba menggilir semua agama yang lain, maka bagaimana ia dapat mengetahui bahwa semua agama sama? Artinya, sebelum ia mencoba setiap agama, darimana ia mengetahui kesamaannya?
3. Jika seorang plurallis berkata bahwa dia tidak perlu menggilir semua agama, karena jika semua agama sama, maka tidak ada bedanya antara tetap pada agama yang sekarang dianutnya atau menggilir setiap agama. Jadi, dia tetap memilih untuk menganut agamanya karena semua agama sama saja, kita dapat berkata kepadanya bahwa jika dia tetap pada agamanya dan tidak mencoba menggilir semua agama yang lain, maka bagaimana ia dapat mengetahui bahwa semua agama sama? Artinya, sebelum ia mencoba setiap agama, darimana ia mengetahui kesamaannya?
4.
Berkenaan
dengan poin ketiga diatas, seorang pluralis masih bisa berkelit dengan
mengatakan bahwa untuk mengetahui kesamaan semua agama, bukan sebuah keharusan
untuk memeluk semua agama. Bukankah dengan membaca dan mempelajari ajaran dari
semua agama, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa semua agama itu sama? Namun
kita bisa dengan gampang bertanya kepadanya dimana letak kesamaan antara iman
Kristen dengan agama-agama lain? Dimana letak kesamaan antara pokok ajaran
Krisetn yang mengatakan bahwa keselamatan hanya di dalam Kristus dengan pokok
ajaran Islam yang mengatakan bahwa keselamatan hanya melalui perbuatan baik? Jadi,
dari sudut pandang manapun seorang pluralis membela diri, kita tetap masih bisa
menemukan kontradiksi di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
sebenarnya Pluralisme adalah pandangan yang sarat dengan kepalsuan dan
kontradiksi.
Sumber: Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika
Kristen dalam Perspektif Reformed, (Malang: GKKR, 2015), 46-49.
[1]G. Lee Bowie, Meredith W. Michaels, Roberth C. Solomon – ed., Twenty Questions, An Introduction to
Philosophy, (San Diago New York, Chicago Austin, D.C. London Sydney Tpkyo
Toronto: Harcourt Brace Jovanovic, Pub., 1988), 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar