KEPALSUAN FILSAFAT MODERNISME
Modernisme
adalah filsafat yang dapat kita telusuri akarnya mulai dari kemunculan gerakan
humanisme yakni Renaisance pada abad ke 14 dengan tokoh seperti Petrarca
(1304-1374) dan di abad berikutnya yakni Desiderus Erasmus (1469-1536). Gerakan
Renaisance kemudian memicu timbulnya filsafat Rasionalisme yang dimulai oleh
Descartes (1590-1650), maupun filsafat Empirisme yang memuncak pada David Hume
(1711-1776). Setelah itu disusul oleh munculnya Zaman Pencerahan (enlightment) yang menuncak pada
Kristisisme Immmanuel Kant (1724-1804). Dapat dikatakan bahwa zaman
Rasionalisme Descartes sampai kepada Kritisisme Immanuel Kant, itulah yang
membentuk filsafat Modern. Setelah itu muncul sebuah filsafat yang lain lagi
yakni Eksistensialisme yang memicu timbulnya filsafat Postmodernisme dengan
tokoh-tokohnya seperti Soren Kierkegaard (1813-1855), Friedrich W. Nietzsche
(1844-1900), Jean Paul Sartre (1905-1980) dan yang lainnya. Benih
ketidakpercayaan terhadap filsafat Modern terutama terhadap proyek besar
Pencerahan akan utopia masa depan, sudah muncul dalam Eksistensialisme, namun
Postmodernlah yang kemudian meledakkan ketidapuasan dan meluluhlantakkan utopia
Modernisme tersebut.
Modernisme
sangat menekankan suatu kebenaran yang bersifat universal dan obyektif; dan
kebenaran tersebut hanya bisa disebut kebenaran jika terbukti kebenarannya baik
secara logika maupun empiris. Misalnya: Air membeku pada oada suhu nol derajat
Celsius. Itu sebabnya ilmu pengetahuan (science)
modern selalu menekankan pembuktian ilmiah atas segala hal. Filsafat
Modernisme juga diwarnai oleh filsafat Naturalisme. Naturalisme berpendapat
bahwa hukum alam semesta ini memiliki hukum-hukumnya sendiri secara alamiah
(natural), sehingga semua permasalahan seluruh alam semesta ini dapat
diselesaikan dengan menemukan jawabannya di dalam alam semesta itu sendiri.
Misalnya: Mengapa jika kita melempar batu
ke atas, selalu jatuh ke bawah? Naturalisme akan menjawab bahwa jawaban
atas pertanyaan itu dapat kita temui di alam. Penyebab jatuhnya batu itu adalah
karena adanya gaya Gravitasi. Jika demikian – demikian kata Naturalisme –
hal-hal yang bersifat supranatural tidak dibutuhkan untuk menjelaskan segala
gejala dan peristiwa alam. Naturalisme menolak kredo akan adanya eksistensi
Tuhan dan segala hal yang berisfat supranatural. Teori Evolusi adalah salah
satu produk sekaligus cara dari Naturalisme untuk menjelaskan alam semesta ini.
Memang
harus diakui bahwa era Modern menghasilkan banyak kemajuan di dalam ilmu
pengetahuan walaupun gerakan reformasi Protestan juga memiliki sumbangsih yang
tidak sedikit, jika tidak dikatakan lebih banyak. Itu sebabnya, dengan
kemajuan-kemjuan yang ada, maka muncullah impian-impian Modernisme akan suatu
kemajuan yang hebat dalam IPTEK dan kebudayaan manusia, yang dengan sendirinya
menghasilkan masyarakat yang utopis (masyarakat yang kaya, hightech, berbudaya layaknya sorga). Namun impian yang sangat
tinggi itu akhirnya pupus saat terjadi perang dunia 1 dan 2, karena bom atom
yang dihasilkan oleh kehebatan manusia dipakai untuk membunuh jutaan manusia.
Kemajuan
era Modern ini juga dengan sendirinya menghasilkan gaya hidup Modernitas.
Misalnya pada zaman modern, orang-orang mengimpikan pekerjaan-pekerjaan yang
layak, keluarga yang mapan, pokoknya semua pola hidup yang nyaman dan happy ending. Hidup memanjakan diri
dengan produk-produk mustahil (modern) juga menjadi gaya hidup modern. Dengan
majunya teknologi, maka ada banyak orang modern yang mengerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaannya
dengan dibantu oleh mesin-mesin sehingga tidak terlalu membutuhkan bantuan
orang-orang lain. Seringkali, segala sesuatu bergantung kepada mesin-mesin dan
kutang memperhatikan relasi antar sesama manusia. Oleh karena itu, di
negara-negara barat yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan era modern, memiliki
hidup yang sangat individualis dan kurang memperhatikan kehidupan sosial. Di
timur, yang separuh masih primitif, separuhnya lagi sudah dipengaruhi oleh
modernitas, masih mementingkan sikap toleransi , hubungan sosial dan
kekeluargaan. Impian utopis masyarakat Modern tidak terwujud; bahkan
dehumanisasi terhadap manusia pada era modern dirasakan menjadi sesuatu yang
sangat mengewakan. Ditambah lagi dengan keringnya jiwa manusia karena zaman
modern hanya menekankan hal-hal yang bersifat ilmiah dan pasti, sehingga
mengabaikan kebutuhan jiwa dan roh manusia akan sesuatu yang lebih besar dari
dirinya, yakni Allah.
Mengenai
turunnya kepercayaan dunia modern akan Tuhan, David Ray Griffin melihat
penyebabnya dalam 4 hal: (1) Masalah eksistensi kejahatan di dalam dunia yang
sangat bertentangan dengan dengan sifat Tuhan yang Mahabaik dan Mahakuasa. (2)
Adanya anggapan bahwa percaya kepada Tuhan menghambat dorongan untuk
mendapatkan kebebasan manusia dari segala bentuk penindasan secara menyeluruh.
(3) Dalam wawasan dunia modern yang bersifat materialistik tidak memberi tempat
bagi diskusi mengenai eksistensi Tuhan. (4) Wawasan dunia modern menolak
kemungkinan adanya pengalaman tentang Tuhan.[1]Kekeringan
jiwa manusia pada zaman modern yang salah satunya disebabkan oleh karena
penolakannya terhadap Tuhan sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan
orang-orang terhadap modernisme, yang pada akhirnya memunculkan dua gerakan
besar dalam sejarah sampai zaman kita sekarang ini, yakni Postmodernisme dan
New Age Movement.
Sumber:
Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika dalam
Perspektif Reformed, (Malang: GKKR, 2015), 31-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar